Neraca
Air Tanah Untuk Efesiensi Penggunaan Air
Berdasarkan
Pusat Penelitian dan Pembangan Sumber Daya Air Kement PU (2009) Indonesia memiliki
cadangan air cukup besar (2.530 km3 atau 5 besar dunia), akan tetapi distribusinya tidak
merata (wilayah barat cukup besar sedangkan di timur dan selatan kurang). Luas Pulau
Jawa hanya 7% dari luas lahan di Indonesia secara keseluruhan dan ditempati sekitar
65% dari penduduk Indonesia, akan tetapi potensi airnya hanya 4,5% dari potensi
air secara keseluruhan di Indonesia. Gambaran pulau Jawa ini juga terjadi di
pulau Bali dan Nusa Tenggara yaitu pada ketiga pulau ini terjadi defisit atau
kekurangan ketersediaan pada musim kemarau.
Ketersediaan air
secara alamiah dari total aliran sungai di Indonesia selama setahun mencapai
8,96 triliun m3, sementara kebutuhan total 2003 mencapai 112,27
miliar m3 dan proyeksi 2020 mencapai 127,7 miliar m3.
Gambaran ini menunjukkan bahwa Indonesia secara keseluruhan tidak kekurangan
air bahkan berlebihan, akan tetapi di banyak tempat terjadi kekurangan air,
khususnya pada musim kemarau. Sebaliknya pada musim penghujan di beberapa
tempat kelebihan air sehingga justru menimbulkan banyak kerugian karena sia-sia
dan bahkan merusak.
Ada gambaran yang bertolak belakang dari uraian di atas yaitu di satu
sisi Indonesia secara keseluruhan berlebihan air akan tetapi di beberapa tempat
ada kekurangan. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi keragaman secara alami distribusi
air dan kurang tepatnya dalam pengelolaan air secara keseluruhan di Indonesia.
Oleh karena itu, kemampuan mengelola air secara umum dan khususnya di
lahan-lahan pertanian menjadi sangat penting, khususnya lahan pertanian di
pulau Jawa yang secara potensi sudah lebih rendah dibandingkan dengan pulau lainnya.
Untuk membekali kemampuan dalam mengelola air di lahan-lahan pertanian sehingga
aktivitas tidak kekurangan air, maka perlu mempelajari proses dan neraca air.
Contoh Hasil Perhitungan
Neraca Air Pada Beberapa Kondisi
Beberapa
gambaran neraca air telah banyak dipelajari dan secara umum dapat di tampilkan
pada gambar-gambar berikut. Gambar A
(merah) dapat menjelaskan neraca air yang dihutung berdasarkan perbedaan
ketersediaan (garis biru) dan kebutuhan (garis merah) air dalam setahun
(januari hingga desember) yang dihitung berdasakan debit air (m3/detik).
Berdasakan gambar ini menunjukkan bahwa pada bulan januari hingga pertengahan
april dan September hingga desember terjadi kelebihan ketersediaan air; atau
dapat dikatakan bahwa pada bulan-bulan tersebut ketersediaan air melebihi
kebutuhan. Besarnya kelebihan air bervariasi dan mencapai ketersediaan
tertinggi pada bulan februari. Sebaliknya pada bulan pertengahan april hingga
awal September terjadi kekurangan atau deficit atau kebutuhan air tidak
terpenuhi oleh ketersediaan air. Demikian juga pada Gambar B (putih) menunjukkan
neraca air yang menggambarkan hubungan antara curah hujan (CH) dengan
ketersediaan air bagi tanaman (kadar air antara kapasitas lapang atau KL dengan
titik layu permanen atau TLP). Pada
bulan januari hingga juni dan oktober hingga desember terjadi kelebihan air
(surplus); sedangkan mulai bulan juni hingga agustus kadar air tanah yang
dihitung berdasarkan tinggi kolom air (mm) terus menurun hingga mencapai TLP
atau tanaman kekurangan yang ditunjukkan dengan tanaman mengalami layu secara
permanen (tidak bisa diperbaiki, walaupun di beri air) dan setelah bulan
agustus kadar air tanah berangsur-angsur meningkat terus serta pada bulan
oktober mulai kelebihan air lagi atau suplus.
Berdasarkan
kedua gambaran di atas kita bisa mengelola air pada masa-masa kelebihan dengan
membuang (draenasi) atau menyimpannya dan menambah pada saat kekurangan atau
defisit. Kemampuan menghitung neraca air tanah, khususnya dalam pengelolaan
lahan-lahan pertanian yang berdasarkan konsep pertanian berkelanjutan adalah
sangat penting. Neraca air dapat digunakan untuk mengevaluasi penerapan atau
praktek pengelolaan air dalam rangka meminimalkan kehilangan air dan memaksimalkan
pemanfaatan air bagi tanaman terutama pada pertanian tadah hujan (rainfed
agriculture).
Setelah kita memahami bahwa kemampuan menghitung
neraca air dapat digunakan untuk mengelola air sehingga dapat meminimalkan
kehilangan dan memaksimalkan pemanfaatan air selama proses
usahatani, maka marilah kita belajar menghitung neraca air secara sederhana.
Perubahan air di dalam tanah disebabkan oleh perubahan jumlah air yang masuk
terhadap jumlah air yang keluar, yang dapat dituliskan sebagai berikut:
Perubahan air dalam tanah = jumlah air masuk – air keluar atau hilang
Apabila jumlah air yang masuk lebih besar dibandingkan
dengan air yang hilang, maka air tanah cukup atau bahkan berlebihan; sebaliknya
apabila jumlah kehilangan air lebih besar dari yang masuk, maka terjadi
kekurangan air atau defisit. Air yang masuk ke dalam tanah dapat berasal dari
curah hujan (CH), infiltrasi oleh pengairan (I), dan air kapiler yang berasal
dari air tanah sendiri (K); sedangkan air yang hilang dapat melalui evaporasi
(E) dan tranpirasi (T) atau kalau digabung menjadi evapotranspirasi (ET),
draenasi di dalam tanah atau melalui rembesan (D), dan limpasan permukaan atau run off (LP). Berdasarkan uraian
tersebut, maka perubahan air dalam tanah dapat dirumuskan sebagai berikut:
Perubahan jumlah air dalam tanah = (CH
+ I + K) – (ET + D + LP)
Perubahan
jumlah air di dalam tanah dapat diukur berdasarkan perbedaan waktu, misalnya
perubahan jumlah air tanah selama pertumbuhan tanaman jagung yaitu tiga bulan.
Pada saat penanaman tanaman jagung jumlah atau kadar air tanah kita ukur (T1)
dan pada saat panen atau tiga bulan berikutnya kita ukur lagi (T2). Perhitungan
kadar air tanah dapat dihitung menjadi jumlah air tanah pada daerah sekitar
perakaran. Maka persamaan di atas dapat ditulis sebagai berikut:
T1 – T2 = CH
+ I + K – ET - D – LP
atau
T2 + CH + I +
K = T1 + ET + D + LP
Untuk lebih memahami perhitungan neraca air tanah maka berikut adalah contoh hasil
pengukuran variable-variabel air yang masuk dan hilang dari tanah yang akhirnya
dapat dihitung neraca air tanahnya.
Tabel hasil pengukuran
variable-variabel air yang masuk dan hilang dari tanah pada dua kondisi
penanaman dan daerah berbeda
Variabel
neraca air
|
Tanaman
Jagung
|
Tanaman
Gandum
|
Periode
waktu
|
1
Agust – 31 Agust
|
10
Jun – 30 Sept
|
Kadar
air dalam profil tanah (diukur pada awal penanaman)
|
300
mm
|
150
mm
|
Curah
hujan
|
70
mm
|
600
mm
|
Irigasi
|
0 mm
|
0 mm
|
Kapileritas
dari air dalam tanah
|
0 mm
|
0 mm
|
Evapotranspirasi
|
Tidak
diketahui
|
530
mm
|
Limpasan
permukaan
|
10
mm
|
70
mm
|
Draenasi
ke lapisan dalam
|
0 mm
|
Tidak
diketahui
|
Kadar
air dalam profil tanah (diukur pada awal penanaman)
|
250
mm
|
60
mm
|
Dengan
rumus di atas coba hitung berapa evapotranspirasi yang terjadi selama penanaman
jagung dan berapa draenasi ke lapisan dalam yang terjadi pada saat penanaman
gandum? Mudah kan……….. Untuk lebih memahami informasi dari table tersebut di
atas, coba diskusikan dan jawab pertanyaan berikut:
- Pengelolaan air dalam hubungan sistem pengairan tanaman macam apa yang diterapkan pada kedua penanaman atau usahatani di atas?
- Coba bandingkan kondisi kekeringan antara kedua daerah penanaman tersebut dan hitung perbedaan dalam sebulannya.
- Bagaimana dengan erosi yang terjadi pada kedua daerah penanaman tersebut?
- Bagaimana kondisi kemiringan kedua lahan tersebut atau tekstur tanahnya?
Hebat anda dapat
menjawabnya dengan lancar dan ilmiah. Jika anda mau lebih hebat lagi, silakan
lathan-latihan tersebut dihubungkan dengan gambar berikut yang juga erat
hubungannya dengan pengelolaan air untuk pertanian yaitu distribusi ekstraksi air tanah oleh tanaman berdasarkan kedalaman dan hubungan
air tersedia tanah berdasarkan tekstur tanah. Kalau agak sulit minimal anda
dapat menjelaskan kedua gambar berikut.
Distribusi ekstraksi
air tanah oleh tanaman berdasarkan kedalaman
Hubungan air tersedia
tanah berdasarkan tekstur tanah